Minggu, 06 Mei 2012

Proses Pembayaran Letter of Credit

Cara Pembayaran Internasional (International Methods of Payment) Letter of Credit yang biasa disingkat dengan (L/C) merupakan salah satu instrument pembayaran yang sangat penting dalam perdagangan international. Letter of Credit sangat vital dalam memberikan keyakinan kepada pembeli (buyer) maupun penjual (seller) dalam melakukan perdagangan international (export-import). Banyak cara pembayaran yang dipergunakan dalam perdagangan internasional, tetapi yang lazim dipergunakan adalah : • Advance Payment (Cash in Advance) • Open Account • Consignment • Collection Basis • Letter of Credit • L/C itu janji pembayaran yang PASTI Letter of Credit atau L/C, adalah merupakan janji pembayaran yang pasti dari issuing bank kepada eksportir, dengan syarat apabila eksportir bisa menyerahkan dokumen dokumen sesuai dengan yang disyaratkan didalam L/C. Dan bagaimana agar eksportir bisa benar benar mendapatkan pembayaran dari transaksi L/C ini, caranya adalah : Mengirim barang sesuai dengan yang diminta L/C, bikin shipping instruction sesuai dengan L/C, sehingga menerima bill of lading ( B/L ) dari perusahaan pengapalan pengangkut barang juga sesuai dengan L/C, kemudian buatkan dokumen dokumen seperti invoice , packing list, drafts dan lain lain juga sesuaikan dengan L/C. Dan apabila semua dokumen sudah sesuai dengan L/C serahkan ke nominated bank untuk diteruskan kepada issuing bank, dan sesuai janjinya , apabila issuing bank menerima dokumen sesuai dengan L/C, dia wajib melakukan pembayaran kepada nominated bank untuk selanjutnya diteruskan kepada eksportir. Tetapi apabila dokumen yang diserahkan oleh eksportir terdapat penyimpangan atau discrepancies, maka issuing bank tidak mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran kepada eksportir. Dan dalam kondisi discrepancies seperti ini, maka nasibnya eksportir sangat tergantung dari importir mau menerima discrepancies dokumen tersebut atau tidak. Kalau importir setuju atas discrepancies tersebut, maka eksportir akan mendapatkan pembayaran , tapi kalau tidak setuju maka tidak akan mendapat pembayaran. Agar dokumen yang kita buat bisa memenuhi syarat dan kondisi L/C , buatlah dokumen yang sederhana saja, hal hal yang tidak diminta di L/C tidak perlu dicantumkan dalam dokumen, karena hanya akan menyulitkan kita saja. Dan usahakan agar dokumen yang kita buat bersesuaian antara dokumen yang satu dengan dokumen yang lainnya, dan tidak boleh bertentangan antara satu dokumen dengan dokumen lainnya. Contoh : nama Vessel di B/L adalah Aligator Voy N 667 , maka dokumen lain kalau mencantumkan nama vessel juga harus sama yaitu Aligator Voy N 667. Dan apabila semua dokumen sudah sesuai dengan L/C dan sesuai antara dokumen satu dengan lainnya maka eksportir akan mendapat kepastian pembayaran dari issuing bank. Selama ini kami melaksanakan ekspor barang dengan jaminan pembayaran berupa L/C, baik sight maupun usance (pembayaran yang berjangka). Adapun jangka waktu tenggang untuk pembayaran yang berjangka itu berkisar kurang lebih 180 hari setelah tanggal pengapalan barang atau tanggal B/L, dan selama ini tagihan ekspor atas dasar usance L/C itu biasanya kami diskonto-kan melalui bank kami, yaitu salah satu bank devisa di Jakarta. Dalam pelaksanaannya, diskonto itu dilakukan oleh bank kami berdasarkan “akseptasi” (dengan tanda kutip) dari pihak issuing bank di luar negeri. Beberapa waktu belakangan ini kami menerima L/C yang mencantumkan cara pembayarannya dengan istilah ‘deferred payment’ dengan jangka waktu 180 hari setelah tanggal pengapalan. Kemudian L/C itu ternyata tidak mensyaratkan adanya wesel (draft) sebagaimana biasanya L/C lainnya. Karena ini untuk pertama kalinya bagi kami menerima L/C dengan persyaratan demikian, maka kiranya dapat dijelaskan segala sesuatunya menyangkut L/C dengan syarat deferred payment ini, termasuk untung dan ruginya bagi kami sebagai eksportir. Bila dilihat dari waktu pembayaran yang dihadapkan dengan waktu pengiriman barang, maka ‘terms of payment’ dari L/C dapat digolongkan dalam 3 klasifikasi, yaitu pembayaran yang dilaksanakan: 1. Di muka (pembayaran dilakukan sebelum pengiriman barang) 2. Tunai (pembayaran dilakukan saat pengiriman barang) 3. Berjangka (pembayaran dilakukan setelah pengiriman barang) klasifikasi pada butir 1 contohnya adalah ‘red clause L/C’ yaitu beneficiary (eksportir/ seller) dapat menerima pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya sebelum pengiriman barang. klasifikasi pada butir 2 contohnya adalah ‘sight L/C’ yang pembayarannya dilaksanakan segera atas pengunjukan dokumen pengapalan yang sesuai dengan syarat L/C. Terakhir pada butir 3 adalah ‘usance L/C’ yang pembayaran atas L/C tersebut dilaksanakan pada suatu jangka waktu tertentu setelah pengiriman barang, biasanya perhitungannya setelah tanggal pengapalan (yang diindikasikan oleh tanggal ‘on board’ pada B/L). Adapun bentuk usance L/C ini antara lain adalah L/C yang settlement-nya ‘by acceptance’ atau ‘by deferred payment’, bahkan ada juga yang ‘by negotiation’ (walaupun sebenarnya bentuk ini diperuntukkan untuk sight L/C). Jadi jelaslah bahwa baik L/C yang settlement-nya ‘by acceptance’ maupun ‘by deferred payment’ keduanya adalah usance L/C atau L/C yang pembayarannya berjangka. Sedangkan perbedaan yang paling prinsip antara kedua jenis settlement L/C ini adalah bahwa pada L/C yang settlement-nya ‘by acceptance’ akan ada AKSEPTASI yang dilakukan terhadap wesel (draft) yang ditarik oleh beneficiary. Sementara pada L/C yang settlement-nya ‘by deferred payment’ tidak ada akseptasi dan oleh karenanya tidak ada wesel (draft) yang akan dimintakan oleh L/C. Sehingga, dalam L/C yang settlement-nya ‘by deferred payment’ ini, setelah dokumen diterima oleh issuing bank dan memenuhi persyaratan L/C, issuing bank akan memberitahukan bahwa pembayaran akan dilaksanakan pada saat yang telah ditetapkan dalam L/C, misalnya 180 hari setelah tanggal B/L. Dalam praktik, pemberitahuan tersebut sering dianggap sebagai suatu ‘akseptasi’, walaupun sebenarnya hal itu bukan merupakan akseptasi. L/C deferred payment timbul dan mulai dipergunakan oleh bank di beberapa negara Eropa Barat pada akhir 1960-an dengan alasan menghindari biaya materai pada proses akseptasi yang cukup mahal. Berdasarkan itu, International Chamber of Commerce (ICC) pada Uniform Custom Practice for Documentary Credit publikasi no. 400 (UCPDC 400) mulai menambahkan jenis settlement L/C yang semula hanya tiga yaitu ‘by payment’, ‘by acceptance’, dan ‘by negotiation’ menjadi empat dengan tambahan ‘by deferred payment’. Dari berbagai kasus yang terjadi, memang dengan tidak adanya akseptasi pada L/C by deferred payment ternyata menempatkan beneficiary (seller/ eksportir) pada posisi yang tidak sekuat pada L/C by acceptance, sehingga bila diperbolehkan untuk memilih, maka disarankan anda sebagai beneficiary menggunakan L/C by acceptance. kesimpulan: Dalam sebuah transaksi yang menggunakan Letter of Credit, yang menjadi penentu dasar realisasi pembayaran adalah Dokumen. Sedangkan kondisi barang/jasa yang diperjual-belikan maupun hal-hal lain yang menyangkut kesepakatan seller dengan buyer, adalah diluar tanggung jawab institusi keuangan (dalam hal ini bank), artinya : bank pembuka berhak mendebit rekening buyer dan wajib membayarkannya kepada seller melalui bank yang ditunjuk begitu dokumen diterima dalam keadaan lengkap dan sesuai dengan kondisi yang dipersayaratkan, terlepas apakah barang/jasa yang diserahkan dalam keadaan yang sesuai dengan kesepakatan antara buyer dengan seller atau tidak.

Perkembangan Hubungan Bilateral Indonesia-Belanda

Perkembangan Hubungan Bilateral Indonesia-Belanda Kunjungan Presiden ke negeri kincir angin itu tertunda empat tahun karena menurut Juru Bicara Kepresidenan Bidang Hubungan Luar Negeri, Teuku Faizasyah, Ratu Beatrix sebenarnya telah melayangkan undangan pada 2006. Kunjungan Presiden Yudhoyono ke Belanda yang pertama kali sejak dua masa pemerintahan itu, menurut Faiza, bermakna penting untuk menghilangkan beban sejarah, sekaligus menandai kedewasaan hubungan kedua negara. Faiza mengakui hubungan bilateral Indonesia dengan bekas penjajahnya itu sampai saat ini terganjal secara psikologis karena realitas sejarah yang dipandang berbeda oleh kedua pihak. Namun, Indonesia-Belanda telah lama berupaya mempererat hubungan dengan menyamakan cara pandang. Ditandai dengan kehadiran Menteri Luar Negeri Belanda Bernard Bot pada perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 2005. Bernard Bot juga telah menyampaikan pengakuan secara de facto atas kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. tersebut akan diperkuat oleh dokumen tertulis yang bakal ditandatangi Indonesia dan Belanda tentang pengakuan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Ini akan menyudahi berpuluh tahun pengingkaran Belanda yang hanya mengakui penyerahan kedaulatan kepada Indonesia di Istana Dam, Amsterdam, pada 27 Desember 1949 setelah pelaksanaan Konferensi Meja Bundar. Pengakuan tertulis yang akan ditandangani Presiden Yudhoyono dan Pemerintah Belanda awal Oktober 2010 itu, kata Faiza, telah lama dirundingkan kedua negara sejak 2009. Pengakuan yang diharapkan menghilangkan beban sejarah itu pun akan ditindaklanjuti dengan penandatanganan perjanjiaan kemitraan komprehensif antara Indonesia dan Belanda agar kedua negara semakin mempererat dan memperluas kerjasama di masa depan. "Yang signifikan adalah penandatanganan perjanjian komprehensif. Karena kedua negara ini bisa melihat ke depan, tidak lagi terseret-seret oleh beban sejarah dan menunjukkan kedewasaan hubungan kedua negara," jelas Faiza. Perjanjian kemitraan komprehensif itu pun telah melalui masa persiapan cukup lama sejak disepakati pada 13 Juni 2006 oleh menteri luar negeri kedua negara saat itu, Hassan Wirajuda dari Indonesia dan Bernard Bot dari Belanda. Saat itu kedua menteri saling mengunjungi dan bertatap muka secara intensif guna menyusun hubungan kedua negara yang berbagi sejarah cukup panjang di belakang, namun ingin melongok jauh ke depan. Perjanjian kemitraan intensif bertujuan mengembangkan dan memperdalam berbagai aspek hubungan bilateral antara Indonesia dan Belanda yang meliputi segala bidang, mulai politik dan keamanan, ekonomi, hingga sosial budaya. Bernard Bot saat itu menilai perjanjian yang tercapai sebagai perubahan dalam hubungan antara kedua negara untuk tidak lagi melihat ke belakang pada apa yang sudah terjadi, melainkan memandang ke depan guna mencari tahu apa yang bisa dilakukan guna memperbaiki hubungan yang sudah terjalin baik antara Indonesia dan Belanda. Bot kala itu juga mengakui peran penting Indonesia dalam forum internasional sebagai negara demokratis yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Indonesia merupakan negara Islam terbesar dengan lembaga-lembaga demokratisnya. Ini menandakan bahwa Islam adalah agama perdamaian, katanya. "Apabila negara-negara seperti Belanda dan Indonesia bisa bekerjasama, kami bisa menunjukkan kepada negara-negara lain di dunia bahwa di masa mendatang kami ingin membangun kerja sama antar agama. Selain itu, kami juga ingin menunjukkan bahwa benturan antar peradaban itu tidak perlu," katanya. Malah sebaliknya, Belanda bisa bekerjasama untuk dunia yang damai, tutur Bot ketika mengunjungi Indonesia pada 2006. Atas peran Bot dalam meningkatkan hubungan bilateral Indonesia-Belanda selama menjabat Menlu Belanda pada 2003-2007, pemerintah Indonesia pun menganugerahkan Bintang Mahaputra kepada Bot pada Oktober 2009. Penghargaan sejenis juga diberikan Indonesia kepada dua warga Belanda lainnya pada kunjungan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda ke Den Haag pada Oktober 2009, yaitu anggota Komisi Luar Negeri Belanda Hans Van Balen, dan Presiden Organisasi Kemasyarakatan Jacques Zeno Brinj. Hubungan Baik Di bidang ekonomi, Indonesia dan Belanda selama periode 2004-2008 berhasil menaikkan volume perdagangan sebesar 17,38 persen meskipun sempat menyusut akibat krisis keuangan global dari 4,142 miliar dolar AS pada 2008 menjadi 3,405 miliar pada 2009. Pada 2008, Belanda merupakan investor asing terbesar keempat di Indonesia setelah Inggris, Jerman,dan Perancis dengan nilai 89,9 juta dolar AS yang meliputi 34 proyek. Dalam pertemuan Komisi Bersama Kerjasama Ekonomi Bilateral Indonesia-Belanda yang digelar pada Maret 2010, kedua pihak sepakat mengatasi hambatan kerjasama perdagangan dan investasi, khususnya peraturan yang diterapkan terhadap komoditi Indonesia ke Belanda dan Uni Eropa serta mengatasi hambatan investasi Belanda di Indonesia. Dibukanya kembali rute penerbangan Garuda Indonesia Jakarta-Amsterdam sejak 2010 diharapkan memperlancar hubungan ekonomi kedua negara, sekaligus meningkatkan potensi pariwisata. Kerjasama tersebut melengkapi kemitraan Indonesia dan Belanda yang sangat intensif di bidang pendidikan. Belanda memusatkan kerjasama dengan Indonesia, salah satunya adalah di bidang pendidikan dengan menyediakan dana sebesar 30,8 juta Euro untuk beasiswa pendidikan tinggi pada periode 2006-2011. dengan cara itu, negeri kincir angin tersebut menjadi salah satu tujuan utama mahasiswa Indonesia yang ingin melanjutkan pendidikan di luar negeri. Bantuan itu masih ditambah dengan dana yang disalurkan Belanda melalui Bank Dunia guna memperbaiki pendidikan dasar dan meningkatkan kualitas kebijakan pemerintah di bidang pendidikan yang pada 2006 saja nilainya masing-masing 24 juta Euro dan 22 juta Euro. Kebijakan Anti Islam Belanda saat ini mengalami perubahan konstalasi politik pasca Pemilu terakhir karena partai berkuasa, yaitu Kristen Demokrat (CDA) hanya meraih posisi keempat sebanyak 13,6 persen. Posisi pertama diraih Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi (VVD) sebanyak 22,5 persen, disusul Partai Buruh (PvDA) sebanyak 19,6 persen, dan Partai Kebebasan (PVV) 15,5 persen. Kesepakatan untuk menyusun kabinet minoritas Belanda telah tercapai yang terdiri atas anggota VVD dan CDA yang mendapatkan dukungan eksternal dari PVV pimpinan tokoh kontoversial Geert Wilders yang selama ini dikenal berhaluan antiIslam dan antiimigran. Dengan demikian, kabinet minoritas VVD-CDA harus bertopang pada dukungan PVV untuk mencapai mayoritas di parlemen sehingga Wilders yang pernah menuai protes luas akibat memproduksi film "Fitna" yang bernada antiIslam diperkirakan akan mempengaruhi kebijakan pemerintahan Belanda. Keterlibatan Wilders dalam kabinet Belanda tidak hanya dikhawatirkan oleh kelompok Muslim di Belanda, namun juga oleh Partai Buruh yang menilai kekuasaan PVV terlalu besar dengan tanggung jawab yang tidak sepadan. Sepekan sebelum kunjungan Presiden Yudhoyono ke Belanda, Duta Besar Indonesia untuk Belanda, Junus E Habibie, dalam wawancara yang dimuat surat kabar terkemuka Belanda, "Financieele Dagblad," menyatakan kekhawatirannya atas keterlibatan Wilders dalam kabinet Belanda. Apabila Kabinet baru Belanda itu mengikuti garis politik yang keras terhadap Islam, kata Habibie, maka hal tersebut bisa mempersulit hubungan dengan Indonesia. Pernyataan Habibie itu menyulut kemarahan Wilders yang mengatakan seorang duta besar tidak pantas mengutarakan hal tersebut. Wilders pun mendesak Menteri Luar Negeri demisioner Maxime Verhagen guna mempertanyakan kepada Habibie apakah pernyataan tersebut bersifat pribadi atau mewakili Pemerintah Indonesia. "Jika benar itu atas nama pemerintah Indonesia, harus ada konsekuensi diplomatik yang diambil supaya orang Indonesia tidak terlalu nyaring bernyanyi," kata Wilders dalam Financieele Dagblad. Verhagen pun menemui Habibie yang menghasilkan persetujuan bahwa Habibie menarik kembali pernyataannya dan agar kedua pihak tidak membesar-besarkan masalah tersebut. Faiza pun mengatakan polemik antara Habibie dan Wilders telah berakhir dan sama sekali tidak mempengaruhi rencana kunjungan kenegaraan Presiden Yudhoyono pada 6-9 Oktober 2010 karena pemerintah Belanda amat menantikan kedatangan Yudhoyono dan telah mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambutnya. Upaya menghilangkan beban sejarah di antara Indonesia-Belanda ternyata tidak mudah di tengah konstalasi global yang terus berubah. Kedewasaan kedua negara yang telah berbagi pengalaman sejarah amat panjang itu terus menerus akan diuji.

CONTOH SURAT WESEL DAGANG

SURAT WESEL DAGANG
Cara pembayaran semacam ini sampai sekarang masih banyak digunakan dalam lalu lintas pembayaran internasional. Dengan cara ini, eksportir menarik surat wesel atas importer sejumlah harga barang beserta biaya-biaya pengirimannya sekali. Wesel atau bill of exchange tersebut, yang dilampiri dengan dokumen-dokumen berupa faktur, konosemen, daftar isi, surat keterangan asal barang, surat keterangan pabean dan asuransi diserahkan oleh eksportir kepada bank dinegrinya. Dengan diterimanya dokumen-dokumen tersebut, bank dapat membayar wesel tersebut seketika dengan dipotongnya diskonto. Wesel tersebut oleh bank secara langsung atau lewat bank lain dinegara pengimpor ditagihkan kepada importer. Apabila bank sudah mendapatkan pembayaran dari importer, maka perhitungan nya antara bank dengan eksportir otomatis berakhir. Kalau surat wesel tersebut berlaku sampai beberapa bulan, mungkin perlu bagi importer untuk mengakseptir surat wesel tersebut. Dengan akseptasi ini surat wesel tersebut dapat diperdagangkan. Terhadap surat wesel yang telah mendapatkan akseptasi dari importer, bank dapat menjualnya kepada pihak lain atau menyimpannya sampai pada saat pembayarannya tiba. Pihak dalam surat wesel Pada pokoknya ada 3 pihak dalam transaksi surat wesel yaitu: 1. 1. Drawer, yaitu pihak penarik atau penulis wesel 2. 2. Drawee, yaitu pihak kepada siapa surat wesel tersebut ditarik 3. 3. Payee yang sering juga disebut beneficiary yaitu pihak yang menerima pembayaran yang harus dilakukan oleh drawee atas perintah drawer Dalam transaksi surat wesel dimana tertulis ‘to the order of ourselves’ atau ditulis ‘harap dibayar kepada kami sendiri’, maka pihak drawer dan pihak payee nya adalah orang yang sama, yaitu penjual. Sedangkan untuk surat wesel yang berbentuk ‘acceptance draft’ , drawee dan acceptornya adalah orang yang sama yaitu impotir Jenis surat wesel Surat wesel yang juga disebut ‘commercial bill of exchange, cmmercialdraft’ atau ‘trade bill’, dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Penggolongan didasarkan kepada ada tidaknya dokumen yang harus dilampirkan pada surat wesel. Dengan dasar tersebut, bisa dibedakan: a. ‘clean draft’, yaitu surat wesel yang ditarik tanpa disertai dengan dokumen b. ‘documen draft’, yaitu surat wesel yang disertai dengan dokumen Dokumen yang biasa disertai pada surat wesel adalah: 1. Konosemen (=’bill of lading’) 2. Polis asuransi 3. Faktur (=’invoice’) 4. ‘packing list’ 5. ‘certificate of origin’ 2. Penggolongan didasarkan pada jangka waktu pembayarannya. Jangka waktu pembayaran surat wesel biasanya disebut ‘tenor’ atau ‘usance’ Dengan dasar ini surat wesel digolong-golongkan: a. ‘sight draft’ atau surat wesel atas tunjuk yaitu surat wesel yang harus dibayar pada saat surat wesel diperlihatkan kepada ’ drawee’ atau paling lambat dalam waktu dua puluh empat jam terhitung pada saat penunjukkannya. b. ‘time draft’, yaitu surat wesel yang haru dibayar sekian hari sesudah surat wesel ditunjukkan atau sesudah surat wesel diakseptir atau sesudah tanggal tertentu yang ditetapkan dalam surat wesel. Surat wesel yang disebut terakhir biasa disebut ‘date draft’. Dapat pula dijanjikan surat wesel dibayar sesudah barang tersebut tiba. Surat wesel macam ini biasa disebut ‘arrival draft’. Time draft yang berbentuk date draft lebih banyak disukai oleh importer sebab jatuh temponya ditentukan dengan pasti; dan oleh karena itu pada umumnya juga ‘negotiable’ dalam bentuk ‘date draft’, jangka waktu pembayaran biasanya ditetapkan tidak kurang dari 30 hari dan tidak lebih dari 180 hari. Sebaliknya, ‘time draft’ berbe

Letter of Credit

Bila eksportir akan melakukan ekspor biasanya dihadapkan dengan cara pembayaran yang akan dihadapi. Namun tergantung dari negosiasi antara eksportir dengan importir untuk mendapatkan cara pembayaran yang diinginkan. Makanya eksportir akan mendapat cara pembayaran yang lebih menguntungkan namun aman atau berpotensi terjadi risiko dengan tingkat keamanannya yang minim itu akan kembali kepada bagaimana hasil perundingan menghasilkan point-point yang memihak padanya. Pembayaran dengan non L/C atau dengan L/C akan bersinggungan dengan tingkat kompleksitas penanganan dokumen dan biaya yang akan dikeluarkan. Sedangkan kalau cara-cara pembayarannya itu menggunakan mekanisme presentasi dokumen melalui bank atau di luar bank, maka pilihan cara pembayaran itu sudah bukan saja menyangkut biaya, kompleksitas penanganan dokumen tetapi juga tingkat keamanan dan fasilitas yang bisa diakses eksportir dalam memperoleh pembiayaan. Di artikel lain telah disinggung tentang beberapa macam cara pembayaran ekspor impor dan bagaimana tingkat kompleksitas penanganan dokumen, biaya, keamanan, dan akses fasilitas pembiayaan itu diuraikan. Untuk itu, Anda bisa melihat contoh-contoh L/C dan dokumen dimaksud dengan melakukan klik pada dokumen atau L/C yang diinginkan.